Categories
Kesehatan

Ketua IDAI Tak Sarankan Anak yang Belajar Puasa Buka dan Sahur dengan Junk Food, Ini Alasannya

petbody.us, Jakarta – Anak-anak yang ingin belajar berpuasa di bulan Ramadhan sebaiknya mengonsumsi makanan enak di pagi hari dan berbuka.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan hal tersebut. Menurutnya, menu sarapan dan puasa yang baik untuk anak adalah yang tinggi nutrisi.

“Anaknya makin besar, jangan sampai vaksinnya datang,” kata Piprim pada Sarasehan Imunisasi Nasional pada Jumat 8 Maret 2024 di Jakarta.

Bagi anak kecil, seperti anak di bawah usia dua tahun, kekurangan gizi bahkan dapat menyebabkan keterbelakangan mental.

“Nah, nutrisi adalah kunci kecukupan protein hewani. “Sekali lagi, makanan berasal dari karbohidrat, protein hewani, lemak esensial, sayur mayur, buah-buahan, itulah nutrisi yang dibutuhkan anak.”

Nutrisi penting tersebut juga dibutuhkan oleh anak yang berpuasa.

“Sayangnya, banyak orang memberi anak-anak makanan basi. Junk food tinggi kalori namun miskin nutrisi sehingga bisa memicu diabetes. “Maka usahakan makan makanan yang bergizi agar anak tidak menderita gizi buruk,” jelas Piprim.

Ia meyakini, anak-anak tidak akan makan karena puasa jika mendapat cukup makanan saat berbuka dan sahur setiap harinya.

Beberapa contoh menu masakan yang bisa kita buat untuk anak di pagi hari atau berbuka puasa merupakan makanan sehari-hari yang tidak sulit untuk ditemukan.

Menurut Piprim, beberapa menu yang bisa disajikan adalah: Dim Vaat Fried Chicken Opor Fish Dish.

“Anda harus makan cukup protein hewani.”

Banyak anak yang ingin mendapat dua meski belum kenyang di bulan Ramadhan. Beberapa orang tua juga mendukung minat anaknya seperti olahraga.

Seperti Piprim, anak-anak tidak perlu terburu-buru. Jadi anak-anak tidak boleh dipaksa untuk berpuasa sepenuhnya.

“Anak-anak tidak bisa dipaksa untuk cepat, mereka bisa belajar untuk cepat,” kata Piprim.

Sangat disayangkan ada sebagian orang tua yang membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain. Misalnya, anak lain sudah cukup kuat untuk berpuasa pada usia enam tahun. Sedangkan anaknya sudah berumur 10 tahun namun masih belum kuat.

“Yah, itu ada hubungannya dengan perkembangan mental. Berbeda dengan anak usia enam tahun yang sudah kuat. “Secara fisik, anak-anak cukup kuat untuk bergerak cepat, tetapi secara psikologis perkembangannya berbeda.”

“Ada yang kuat enam tahun sampai magrib, ada juga yang kuat 10 tahun, jadi tidak bisa dipaksakan,” jelas Piprim.

Piprim menambahkan, keadaan emosi anak erat kaitannya dengan teknik pengasuhan.

“Keadaan mental anak erat kaitannya dengan kepedulian terhadap orang tuanya, jika orang tua menyayangi anaknya, belum pernah mengajarkannya berpuasa, tentu setelah 10 tahun, 11 tahun pun masih sulit (puasa),” dia menyimpulkan.