Categories
Kesehatan

Viral Perundungan pada 2 Remaja Perempuan di Batam, Ini Kata KemenPPPA

petbody.us, Jakarta Video seorang gadis remaja yang di-bully di Batam menjadi viral di media sosial. Video amatir ini juga diunggah YouTuber Atta Harilinter di akun Instagram miliknya.

Video tersebut menunjukkan dua gadis remaja dianiaya secara fisik oleh gadis remaja lainnya. Berkali-kali wajahnya ditendang hingga ia menjerit dan menangis.

Kasus tersebut juga sedang didalami Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).

Kementerian mengecam peristiwa perundungan dan penganiayaan yang menimpa dua remaja putri SR (17) dan ER (14) di Batam, Kepulauan Riau.

Deputi Khusus Perlindungan Hak Anak Kementerian PPPA Nahar menegaskan, pihaknya akan terus memantau dan memastikan dukungan terhadap keluarga dan anak korban.

“Korban sudah teridentifikasi empat orang terduga pelaku yakni seorang perempuan dewasa berinisial NU (18) dan tiga orang anak perempuan berinisial RSS (14), M (15) dan AK (14). korban.”

Nahar mengatakan, perundungan itu terjadi karena terduga pelaku marah kepada korban karena diduga merampas barang miliknya. Selain itu, tersangka juga menderita karena korban menjelek-jelekkan terduga pelaku.

“Kami akan terus memantau dan memberikan dukungan kepada para korban (korban perundungan) dan menyikapi kejadian ini secara serius dengan merencanakan langkah-langkah konkrit untuk memberikan perlindungan dan layanan yang memadai kepada para korban. Kami akan menanganinya,” jelas Nahar.

Dari segi hukum, lanjut Nahar, pihaknya mendukung langkah aparat mengusut kasus tersebut.

Nahar mengatakan, perkara tersebut baru didaftarkan pada tahun 2024. pada tanggal 28 Februari berdasarkan informasi yang diterima dari Bidang Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Batam.

Pada hari itu, korban diserang oleh empat orang penyerang. Akibat kejadian tersebut, korban mengalami luka bakar rokok di tangan kiri dan dagu, serta bekas paku dan lebam di leher. Korban mengalami kepala bengkak, bekas cakaran di punggung, dan pipi kiri bengkak.

Pelapor kemudian langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Lubuk Baja dan meminta agar Reskrim Polsek Lubuk Baja Resta Valeran melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Nahar mengatakan pihak berwenang telah mengambil langkah-langkah untuk membereskan insiden tersebut.

“Saat ini proses hukum masih dalam tahap penyidikan. UPTD PPA Kota Batam juga turut mendampingi kasus tersebut. Para tersangka diamankan Polsek Barelan,” kata Nahar.

Nahar mengatakan, para terduga pelaku dan tiga anak yang berhadapan dengan hukum (AKH) diduga melakukan pelecehan anak berdasarkan pasal 76C. Ayat 1 Pasal 80 UU Perlindungan Hak Anak Tahun 2014

“Setiap orang dilarang melakukan, mengizinkan, menyuruh atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan/atau pidana denda paling banyak.” ). “

Tak hanya ketentuan UU Perlindungan Hak Anak, Pasal 170 Ayat 1 dan Ayat 2 Ayat 1 KUHP juga bisa diterapkan terhadap terduga pelaku dan AKH. Dengan kata lain:

(1). Kekerasan yang terbuka dan umum terhadap orang atau harta benda diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Apabila orang yang bersalah dengan sengaja menghancurkan harta benda atau menimbulkan kerusakan dengan kekerasan, orang yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

“Pendekatan keadilan restoratif sesuai dengan Sistem Peradilan Pidana Anak (JCJS) sesuai dengan Undang-undang tahun 2012. UU No. 11. terlibat,” jelas Nahar.

Menyikapi kejadian tersebut, Nahar mengatakan UPTD PPA Kota Batam bekerja sama dengan Polres Barelan dan memberikan bantuan kepada para korban. UPTD PPA mendampingi korban selama proses BAP dan juga memberikan asesmen sosial dan layanan psikologis.

“Korban dan terlapor memerlukan dukungan penuh. Tim SAPA 129 KemenPPPA terus berkoordinasi dengan UPTD PPA masing-masing mengenai proses dukungan dan layanan terhadap korban. Kami akan memantau proses persidangan yang berjalan saat ini,” kata Nahar.

Agar tidak lupa, Ibu Nahar menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk melaporkan setiap tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungannya kepada call center Persatuan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 di 021-129 atau WhatsApp 08111-129-129.

Categories
Lifestyle

5 Penyebab Anak Jadi Pelaku Bullying, Berkaca pada Kasus Putra Vincent Rompies

JAKARTA – Nama Vincent Rompes mendadak jadi perbincangan setelah putra sulungnya Farrell Legolas Rompes dituding terlibat kasus perundungan. Legolas diduga menjadi anggota geng bernama Tai Gang.

Geng tersebut beranggotakan siswa SMA internasional dari Binus School Serpong. Ia mengancam siswa lain yang ingin menjadi bagian geng tersebut. Ternyata geng tersebut sudah berusia 9 generasi dan tradisi bullying ini sudah diturunkan dari generasi ke generasi.

Selain intimidasi verbal, geng yang beranggotakan siswa sekolah menengah atas tahun ketiga ini juga melakukan kekerasan dan pelecehan terhadap anggota barunya. Ada pula korban yang dilarikan ke rumah sakit akibat kekerasan geng.

Tindakan Geng Tai ini pun sontak membuat netizen geram. Banyak artis yang menyoroti kasus perundungan terhadap anak ini. Lalu apa yang menyebabkan anak menjadi pelaku intimidasi? Berikut beberapa faktor penyebabnya, seperti dilansir Monique Burr Foundation for Children, Selasa (20/2/2024).

1. Perasaan ingin menguasai dan mempunyai kekuasaan. Anak yang menjadi korban bullying merasa dirinyalah pemimpin yang menguasai lingkungan disekitarnya. Anak ini merasa perlu mendominasi teman-temannya dan ingin anak lain menghormatinya.

Pelaku bullying mungkin berasal dari lingkungan rumah dimana orang tua sering melakukan kekerasan atau mendominasi orang lain. Mereka sendiri mungkin menjadi korban dari perilaku kasar atau hukuman orang tua mereka.

2. Kurangnya Empati terhadap Orang Lain Anak pelaku bullying kurang memiliki empati terhadap orang lain. Kasih sayang harus menjadi sesuatu yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya sejak kecil hingga dewasa. Jika orang tua dan orang dewasa lainnya tidak dapat mengajarkan keterampilan ini, hal ini dapat menyebabkan perilaku intimidasi.

3. Rasa berhak, dari rasa menginginkan kendali dan dominasi, menghasilkan rasa berhak atas segalanya. Para penindas berasal dari keluarga yang memberikan segala yang mereka inginkan. Hal ini berdampak signifikan pada perilaku buruk, yang mulai percaya bahwa dirinya lebih berharga dari orang lain.

Para penindas merasa mereka bisa melakukan apa pun yang mereka inginkan, termasuk ditindas, dan lolos begitu saja.

4. Ingin Populer Salah satu faktor penyebab terjadinya bullying adalah ingin populer dan dilihat banyak orang. Semua orang ingin mengenal mereka, menyukai mereka, dan menjadi teman mereka. Penindas bisa berasal dari keluarga yang bangga memiliki anak yang populer. Oleh karena itu, mereka merasa perlu memuaskan orang tuanya.

5. Dikendalikan oleh Kecemburuan Pelaku intimidasi sering kali menargetkan dan memilih korban karena rasa cemburu mereka. Pelaku intimidasi mengintimidasi korban karena menganggap korban lebih baik dari dirinya. Lebih jauh lagi, pelaku bullying merasa terancam dan akhirnya melakukan intimidasi terhadap korbannya karena mempunyai sesuatu yang diinginkannya.

Perilaku bullying ini biasanya menjadi kedok agar mereka merasa lebih baik.

Categories
Kesehatan

Anak Jadi Pelaku Bullying? Psikolog: Orangtua Perlu Evaluasi Pengasuhan

petbody.us, Jakarta Perdebatan mengenai bullying kembali memanas setelah isu tersebut mengemuka di sebuah sekolah di Serpong, Tangsel. Psikolog klinis Anisa Mega Radyani angkat bicara mengenai bullying dan mengingatkan orang tua untuk melakukan parenting assesment jika anaknya adalah pelakunya.

“Penting sekali untuk menilai bagaimana seseorang mengasuh atau berkomunikasi dengan anak,” kata Anisa.

Karena kalau orang tua tidak tahu kalau anaknya melakukan kekerasan, seperti bullying, berarti hubungannya tidak baik, kata Anisa mengutip Antara.

Apabila komunikasi berjalan dengan baik maka orang tua dapat memperbaiki pola asuh dan komunikasi dengan anaknya karena anak merupakan seorang pelaku bullying.

Menurut Annisa, proses membimbing dan membantu anak bisa mencakup bantuan profesional jika diperlukan.

“Jika hubungan orang tua dan anak kurang baik, sebaiknya ada pihak ketiga yang turun tangan atau memberikan dukungan, seperti psikolog atau konselor sekolah,” ujarnya.

Orang tua juga didorong untuk meminta anak-anak mereka yang ditindas untuk mengambil tanggung jawab dan menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka.

Selain itu, Annisa mengatakan, orang tua juga bertanggung jawab atas kekerasan yang dilakukan anaknya selama anak tersebut masih dalam tanggung jawab dan pengasuhannya.

“Penting bagi orang tua untuk menyadari bahwa anak mereka telah melakukan kesalahan dan anak atau diri mereka sendiri harus bertanggung jawab atas hal tersebut,” katanya.

Oleh karena itu Anisa menekankan pentingnya mendidik dan membimbing anak dengan baik agar bullying tidak menjadi kebiasaan. Jika tidak dicentang, fitur ini akan tetap ada seiring waktu.

“Karena bullying tidak hanya terjadi pada masa kanak-kanak. Kalau dia tidak dihukum atas perbuatannya, dia akan merasa bisa melakukannya lagi,” kata Anissa.

Anak-anak yang di-bully juga memerlukan rehabilitasi psikologis. Jadi, kata psikolog klinis Efni Indriani, pelaku bullying harus mencari terapi perilaku.

Dalam pesan singkat yang diterima Health petbody.us pada Rabu 21 Februari 2024, Efnie mengatakan, “Anak-anak yang melakukan bullying memerlukan pertolongan khusus dan bukan sekedar hukuman tapi terapi perilaku.

Sebab, kerusakan otak juga bisa membuat mereka rentan terhadap perundungan, kata Efni menjelaskan pentingnya terapi perilaku bagi anak-anak yang menjadi korban perundungan.

Dosen Jurusan Psikologi Universitas Maranatha Bandung ini mengingatkan para orang tua yang melakukan kekerasan atau kekerasan untuk menemui psikolog atau psikiater yang bisa membantu mencegah kerusakan otak anaknya semakin parah.

“Bekerja sama dengan para profesional untuk memberikan rehabilitasi mental ketika kerusakan otak semakin parah adalah pendekatan suportif,” kata Efni.